Halaman

RSS

STAINLESS STEEL


XII-1. Pengantar
Terdapat banyak jenis-jenis stainless steel, tetapi pada umumnya semua jenis tersebut memilki karakteristik yang hampir sama yaitu mengandung lebih dari 11.5%Cr. Tentu saja kehadiran penting paduan ini tergantung dari ketersedian Cr dengan harga yang masuk akal. Stainless steel banyak digunakan karena ketahanan korosinya, ketahanan oksidasinya, dan penampilannya yang memuaskan, kesemuanya ditentukan oleh kehadiran Cr pada Stainless Steel. Secara umum Stainless Steel dibagi menjadi 5 tipe:
1.      Ferritic, mengandung 12-30%Cr dan C rendah
2.      Martensitic, dengan kandungan 12-17% Cr dan 0.1 sampai 1.0%C
3.      Austenitic, mengandung 17-25%Cr dan 8-20%Ni
4.      Duplex alloys,  dengan 23-30%Cr, 2.5-7%Ni, dan tambahan dari Ti atau Mo
5.      Precipitation hardening alloys, yang mana memliki dasar austenitic atau martensitic, dengan tambahan dari Cu, Ti, Al, Mo, Nb, atau N
Streicher sudah menyediakan rangkuman dari sejarah paduan-paduan ini, aplikasinya saat ini, dan prospek mendatang.
            Pendekatan terbaik melalui metalurgi fisik dari baja komersil ini dapat dilihat melalui three binary phase diagrams, Fe-Cr, Fe-Ni, dan Ni-Cr , serta ternary diagram Cr-Fe-Ni.







XII.2 DIAGRAM FASA
            Diagram Fe-Cr merupakan dasar dari semua logam baja tahan karat.. Chromium penstabil ferit, memicu terjadinya gamma loop, dengan kelarutan maksimum sekitar 12%Cr dalam austenite pada temperatur 10000C. Di bawah temperatur 8300C dan di atas 13900C austenite tidak terbentuk. Yukawa dkk menyimpulkan dengan adanya kadar Cr yang banyak, fasa yang terbentuk pada temperatur tinggi dinamakan δ (delta).
            Penambahan unsur C atau N, di mana merupakan penstabil kuat austenite, dapat memperluas gamma loop, dengan meningkatnya kelarutan Cr dalam austenite. Daerah α+γ meluas pada sekitar 0,2%(C+N) yang berada pada 13%-27%Cr.
            Bagian temperatur yang lebih rendah dari diagram Fe-Cr digambarkan pada Gambar XII.2. Fasa σ, FeCr, berbentuk tetragonal, dengan 30 atom per unit sel. Fasa ini terbentuk secara lambat dalam kisaran temperatur antara 8000-6000C. Pada temperatur di bawah 5200C, fasa tersebut berubah menjadi α+α’ dengan pembentukan eutectoid, namun reaksi yang terjadi sangat lambat. Pembentuka fasa σ dapat dicegah melalui pendingan yang cepat dan pada saat itu, fasa α’ akan terbentuk pada temperatur di bawah 5200C melalui pembentukan spinodal. Fasa α’ mengandung sekitar 90%Cr (Gambar XII.2). Presipitat ini mengalami penggetasan pada 4750C. Fasa α dan α’, kaya akan Fe dan ferit Cr, dengan perbedaan parameter kisinya yang berkisar 0,2%.
Diagram Fe-Ni pada temperature sekitar 4500C digambarkan pada Gambar XII.3. Kelarutan maksimum Ni dalam α Fe berada pada kisaran temperatur 4000-5000C (Gambar XII.4). Nikel sebagai penstabil gamma ditunjukkan pada daerah perpanjangan 30% Ni dengan temperatur berkisar 5000-14500C. Transformasi gamma pada proses pendinginan terjadi sangat lambat, sehingga derajat tinggi undercooling dapat diperoleh, yang mengakibatkan adanya driving force selama transformasi martensit dalam paduan Fe-Ni. Temperatur Ms menurun drastis dengan menaiknya kadar Ni, yaitu dari temperatur 2000C pada 20%Ni, ke 00C pada 30%Ni, sampai -2200C pada 34%Ni.
            Berdasarkan diagram fasa Fe-Ni di bawah temperatur 4500C, struktur logam Face Centered Tetragonal (FCT) dapat terbentuk pada temperatur di bawah 4000C, inilah yang merupakan fasa kesetimbangan dalam paduan Fe-Ni yang dikenal sebagai α dan FeNi. Heumant dan Karsten menyatakan bahwa struktur Face Centered Cubic (FCC) larutan padat Fe-Ni terdekomposisi secara eutectoid pada temperatur 3450C dan kadar 52%Ni menjadi campuran FeNi3 dan α Fe.
            Diagram fasa Cr-Ni yang ditunjukan pada Gambar XII-5 memiliki hubungan dengan diagram fasa Fe-Cr pada Gambar XII-1. Berdasarkan gambar XII-1, ditunjukan tarnsformasi alotropik dalam Cr murni. Kedua fasa σ dan δ dapat terbentuk melalui proses pendinginan cepat dari temperatur 12500C sampai temperatur kamar. Pada baja tahan karat, perlu diperhatikan bahwa daerah gamma semakin luas terbentuk sampai kadar 50% Cr yang terlarut dalam FCC Ni pada temperatur 13500C.
            Ketidakpastian yang ada pada 3 diagram biner sebelumnya, dapat diatasi dengan melihat diagram fasa terner Fe-Cr-Ni. Oleh karena reaksi yang terjadi sangat lambat, kesetimbangan diagram fasa tidak selalu dapat digunakan untuk memprediksi struktur yang akan hadir dalam paduan komersial. Contohnya adalah Stainless Steel tipe 302 (17-19%Cr, 8-10%Ni), jika kita lihat pada diagram terner, pada kadar 18% Cr, fasa yang terbentuk selalu austenite. Hal ini mengabaikan pengaruh yang sangat kuat dari unsur C dan N dalam menstabilkan austenit, sehingga paduan menjadi austenit seluruhnya pada temperatur lingkungan ataupun temperatur tinggi. Deformasi plastis melalui pendinginan baik di bawah temperatur lingkungan membutuhkan pergerakan austenit metastabil menuju kesetimbangan ferit, dan kemudian terjadi transformasi martensit.
            Walaupun fasa σ merupakan fasa utama dari diagram fasa Fe-Cr-Ni (Gambar XII-7), laju pembentukannya pada temperatur di bawah 5000C sangat lambat sehinga pada temperatur ini, fasa tersebut tidak dapat dijadikan faktor penting dalam menentukan sifat stainless steel.
XII-3. Effect of Single Additions to Fe-Cr-Ni alloys
            Unsur karbon hanya terlarut dalam jumlah sedikit dalam Baja Austenitik Fe-Cr-Ni, selain itu karbon berfungsi sebagai penstabil austenite. Gordon1 berpendapat bahwa batas kelarutan unsur karbon dalam 18% Cr dan 8-10%Ni ialah 0.04% pada temperature 800°C , 0.01% pada temperature 700°C, da 0.003% pada temperature 600°C. Hasil dari kelarutan karbon ini digambarkan di Fig. XII-8. Rosenberg dan Irish2 mengatakan bahwa kelarutan karbon pada suhu 700°C ialah 0.007%. Endapan karbon berupa Cr23C6 pada batas butir austenite menghasilkan baja yang rentan terhadap Intergranular Corrosion karena adanya depleting Cr dalam solid solution1. Endapan ini terjadi selama proses pendinginan setelah pengelasan. Menjaga kadar unsur C dibawah 0.03% dapat mencegah terjadinya deterioration. Meskipun konsentrasi C ini dapat meningkatkan kelarutan Cr23C6 pada temperature 700°C, tetapi fasa karbida ini terbentuk secara perlahan dan laju pendinginan setelah pengelasan cukup tinggi sehingga dapat menghindari pengendapan.
Fig XII-6. Daerah pada Fe-Ni-Cr dengan kandungan Cr konstan
(E.C. Bain and R.H. Aborn, Metal Handbook. 1993 ed., Am. Soc. Met., Metals Park, Ohio, by permission.)
            Kelarutan Nitrogen lebih besar dibandingkan C pada Fe-Ni-Cr (Tabel XII-1); Nitrogen merupakan penstabil austenite yang sangat baik; dan nitrogen tidak menyebabkan Intergranular Corrosion. Nitrogen secara ekonomis dapat dijadikan substitusi unsur paduan Ni dalam Baja Austenitik Stainless.
            Pengaruh dari berbagai unsur paduan dikenal sebagain “Ni Equivalents” apabila unsur paduannya termasuk penstabil Austenite, sedangkan “Cr Equivalents” apabila unsur paduannya ialah penstabil ferrite, yang dinyatakan dalam %wt2.
Cr equivalents = Cr + 2(Si) + 5(V) + 5.5(Al) + 1.75(Nb) + 1.5(Ti) + 0.75(W)       (XII-1)
Ni equivalents = Ni + Co + 0.5(Mn) + 0.3(Cu) + 30(Cu) + 25(N)                              (XII-2)
            Persamaan ini digambarkan dalam diagram Schaeffler (Fig. XII-9)2. Meskipun  pada dasarnya digunakan untuk pendinginan pengelasan, diagram ini dapat dipakai untuk meramalkan fasa yang terbentuk pada baja stainless saat komposisi berubah.
            Transformasi martensitik digunakan dalam baja stainless Fe-Ni-Cr untuk menghasilkan struktur dengan kekuatan tinggi dan ketahanan korosi yang baik. Fasa ini biasanya muncul di baja stainless metastabil Austenitik saat didinginkan dibawah temperature ruang atau saat dideformasi pada temperature ruang. Pada saat pembentukannya, Temperatur Martensite tergantung dari komposisi dan sifat paduan.
Fig. XII-8. Kelarutan karbon (C) pada 18%Cr,8-10%Ni, Paduan Fe.

Ms(°C) = 502 – 810(C) – 1230(N) – 13(Mn) – 30(Ni) – 12(Cr) – 54(Cu) – 46(Mo)                      (XIII-3)
Dimana tanda ( ) mengindikasikan %wt dari unsur paduan. Hal ini berdasarkan asumsi:
1.      Bahwa pengaruh unsur ialah proposional terhadap konsentrasinya.
2.      Tidak ada interaksi antar unsur.

Persamaan ini sangat berguna untuk mempelajari korelasi antara Md dan komposisi. Md adalah batas atas temperature dimana terjadi inisiasi martensite karena deformasi plastis. Peregangan tarik merupakan salah satu cara yang efektif untuk menginisiasi transformasi martensite dibandingkan dengan peregangan tekan. Pada fasa austenite metastabil jumlah (Md - Ms) dapat berkisar antara 30 - 300°C.
          
           Pengetahuan tentang efek komposisi terhadap Md sangat dibutuhkan, akan tetapi Md sulit untuk ditentukan. Angel1 dapat menghindari kesulitan ini dengan menghitung Md30, temperature dimana true strain bernilai 0.30, dan terjadi transformasi menjadi 50% martensite. Persamaan yang dimaksud ialah :
Md30 (°C) = 413 – 462(C+ N) – 9.2(Si) – 8.1(Mn) – 13.7(Cr) – 9.5(Ni) – 18.5(Mo)           (XIII-4)
Fasa metastabil austenite dalam baja stainless dapat bertansformasi secara martensitik ke fasa e (HCP) atau a’ (BCC). Akan didapatkan struktur mikro berupa lath martensite atau plate  martensite, tergantung dari temperature Ms. Bentuk dari e  dihasilkan oleh energy  Stacking Foult yang rendah, karena tranformasi dapat selesai oleh propagasi intrinstik stacking foult pada bidang (111)g, yang berarti terjadi gliding dislokasi sebagian  1/6 <112> pada tiap bidang (111)g. Pada g dan e, bidang closed-packed dan arah sama.
            (111)g   II   (0001)e
                g II  
            Wirth dan Bickerstaffe2,menyatakan bahwa baja yang mengandung 8% Ni dan 12, 14, atau 16 % Cr, memiliki tipe martensite dan substruktur yang bergantung pada struktur austenite sebelum transformasi. Yang berbanding terbalik dengan energy stacking foult. Penambahan Cr atau peningkatan laju pendinginan meningkatkan jumlah internal twin dari lath martensite. Internal twin ditunjukan oleh skema :
            g ® e (faulted g)  ® a
Menujukan tiga fasa berbeda :
            (111)g   II   (0001)e    II   a
                g II    II a 
Yang merupakan hubungan Kurdjumov-Sachs.
            Pada kebanyakan baja, martensite berbentuk lath, dengan kecenderungan bidang (225)g. Plat mertensite terjadi ketika temperature Ms rendah, pada baja dengan kandungan Ni yang tinggi.

XII-4. Pengetasan dari Fe-Cr Alloy
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar. XII-2, terdapat perbedaan kemampuan larut (miscibility) pada sistem Fe-Cr; solid solution dari Cr pada Fe terbagi menjadi dua bagian, Kaya Fe α dan kaya Cr α’, pada temperatur antara 350 dan 500 °C. Ketika α’ terbentuk, hal ini membuat pengetasan pada alloy. Pengetasan ini dapat dihilangkan dengan dipanaskan kembali ke temperatur diatas 550°C.
Pada kandungan Cr 14 sampai 18%, formasi dari α’ terjadi dengan nukleasi dan pertumbuhan normal. Pada kandungan Cr yang lebih tinggi, reaksi terjadi dengan dekomposisi spinodal (Gambar. XII-10). Di dalam spinodal, garis putus-putus, solid solution terdekomposisi dengan peningkatan dari penambahan perbedaan komposisi, pada kompetisi pertumbuhan dan nukleasi. Di luar spinodal, hanya kompetisi yang mungkin terjadi.
Untuk sistem binari yang diberikan, energi bebas dapat bervariasi dengan komposisi pada temperatur konstan T1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar XII-10a. Diantara titik A dan B, kedua fasa α dan α’ dapat berada pada satu tempat yang sama; yakni, batas dari dua fasa pada diagram fasa (Gambar XII-10b) yang menjadi titik penentu dimana dF(x)/dx = 0. Titik C dan D adalah titik infleksi pada kurva energi bebas, dimana d2F(x)/dx2 = 0. Titik penentu, garis putus-putus pada Gambar XII-10b, menunjukkan daerah spinodal. Diagram energi bebas untuk sistem Fe-Cr pada 482 °C ditunjukan pada Gambar XII-11, yang mana terlihat bahwa dekomposisi spinodal pada temperatur ini dapat terjadi diantara 0.25 dan 0.60 fraksi atom dari Cr.
Pengetasan oleh presiptasi dari α’ dapat terjadi secara ekstrim, energi yang diabsorbsi pada suhu ruang untuk merusak setengah panjang takik-V spesimen Charpy pada sebuah alloy 18% Cr yang dijatuhkan dari 100 ft.lb ke 2 ft.lb setelah 250 jam pada 482 °C.Laju dari proses pengetasan bervariasi dengan komposisi dan pelelehan, waktu dapat diantara 20 sampai 2000 jam pada 480 °C, temperatur reaksi terjadi sangat cepat. Jumlah Cr yang lebih rendah dan pelelehan vakuum memperlambat pengetasan awal. Presipitasi α’ terjadi pertama kali pada dislokasi. Presipitat tetap berukuran kecil, dengan ranah 2,5 sampai 25 nm, dan koheren dengan matriks.
Tdaik seperti pengetasan temper, pengetasan 475 °C bukanlah efek permukaan internal; kristal tunggal dapat digetaskan. Fraktur yang terjadi adalah transgranular. Pengetasan pada Fe-Cr dapat meningkat dengan kehadiran dari Al, Mo, Ti, Si, Nb, atau P, tetapi kehadiran elemen yang disebutkan tidaklah terlalu penting. Elemen tersebut dapat mengetaskan melalui pengerasan dari kisi bcc. Jumlah yang lebih daripada Ni normal dapat mengurangi pengetasan.
Gambar XII-10  Diagram skematik komposisi energi bebas dan diagram fasa perbedaan asosiasi kelarutan
Tipe kedua dari pengetasan yang terjadi pada Fe-Cr terjadi karena terbentuknya formasi fasa α. Pengetasan tersebut dapat terjadi ketika partikel dari σ cukup besar untuk menyokong retak Griffith. Dalam ranah temperatur yang cukup besar, α’ dan σ dapat berada pada satu tempat yang sama. Pada 12 sampai 16% Cr baja ferritik, keduanya dapat ada pada 480 °C. Setelah ditahan lama pada temperatur ini, partikel α’ dapat larut kembali, dengan atom Cr berdifusi ke partikel σ. Pembentukan σdapat didukung dengan cold work, diduga karena dislokasi dapat membantu nukleasi. Elemen penstabilisasi ferrit, Mo, Si, Ti, dan P meningkatkan laju pembentukan σ, begitu juga Mn. Seperti yang ditunjukkan pada gambar XII-12, laju pembentukan dan ranah  temperatur saat terbentuknya σ ditingkatkan dengan jumlah Cr.
Gambar XII-11. Daigram energi bebas dari sistem Fe-CR pada 482 °C. (P.J. Grobner. Met. Trans., 4:251 (1973), dengan izin)






Gambar XII-12. Kurva aproksimasi transformasi isotermal untuk pembentukan fasa sigma pada cold work Fe-23,31, dan 33% Cr yang mengandung 0,06 sampai 0,08% C (P.Duwez dan H. Martens, Ductile Chromium, Am. Soc. Met., Metals Park, Ohio, 1956, p.322, dengan izin)



Meskipun σ dapat dibentuk pada AISI seri 300 dari baja stainless austenit pada periode singkat 24 jam pada 650 °C, pengetasan bukanlah masalah utama kecuali pada 25% Cr tipe 310 dan pada 17%Cr-2%Mo tipe 316.
Selain α’ dan σ, paduan intermetalik lain, yang disebut fasa X, dapat terbentuk pada baja stainless ferritikyang mengandung Mo. Keberadaan dari fasa ini ditemukan oleh Andrews dan McMullin; efeknya pada sifat mekanik dan korosi didiskusikan oleh Steigerwald dkk. Fasa Chi mempunyai komposisi nominal Fe2CrMo yang dapat terbentuk pada ranah suhu 550-925 °C, sering berkonjungsi dengan σ. Seperti halnya σ, fasa tersebut dapat mengunrangi ketangguhan baja dan meningkatkan terjadinya korosi celah (crevice) karena hilangnya Cr dan Mo dari matriks ferrit.
XII-5. Stacking Fault Energy dari Baja Stainless Austenitik
Stacking fault energy (SFE) dari logam selalu berkurang dengan pemaduan dengan elemen lain, tetapi  penambahan elemen ketiga dapat menambah atau mengurangi SFE. Pada logam dengan SFE yang ditnggi, dislokasi tidaklah berdisosiasi dan cross slip lebih mudah terjadi. Hal ini mengakibatkan pembentukan dari sel dislokasi. Dengan SFE yang rendah, dislokasi cenderung berdisosasi dengan cepat dan cross slip menjadi sulit. Dislokasi terbatas pada bidang {111}, membentuk planar yang tersusun rapi. Stacking Fault, dibatasi dengan dislokasi dua bagian, berjumlah hingga 4 lapisan atom pada konfigurasi hep, dan lebarnya proposional dengan SFE. SFE menkontrol laju dari pengerasan oleh kerja dari baja austenitik, frekuensi dari twin annealing, pemudahan dari transformasi menuju martensit ε, deformasi dan tekstur annealing, struktur yang halus dari marteniste α, pemulihan dari kinetik dan rekristalisasi, an kemungkinan terjadinya retak korosi-stress. SFE dari beberapa alloy fcc dapat dilihat pada Tabel XII-2. Komposisi pada baja stainless 18-8 memiliki SFE terendah, karena kecenderungan terbentuknya martensit ε ketika deformasi.
Tekstur cold-roll dari austenit pada SFE rendah pada dasarnya adalah {110}<112> (tipe kuningan), dimana dengan SFE tinggi tekstur adalah {123}<412. Dan {146}<211> (tipe tembaga). Seperti yang didiskusikan pada bab VIII, transformasi dari tekstur austenit menuju martensite dapat membentuk sebuah tekstur pada martenist, dengan relasi Kurdjumov-Sachs :
(111)γ   ||   (011)α’
    [10] γ   ||   [11] α’



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SECONDARY METALLURGY


Hasil dari proses reduksi bijih besi di blast furnace berupa pig iron kemungkinan masih mengandung elemen-elemen pengotor seperti Si, S, Mn, C dan P. Oleh karena itu perlu dilakukan proses secondary metallurgy seperti desulfurisasi, desilikonisasi, dekarburisasi, degassing, deoksidasi, dan dephosphorisasi. Tujuan umumnya ialah untuk merubah komposisi inklusi serta morfologinya, mengatur kimposisi kimia baja secara tepat dan akurat sesuai standard, homogenisasi, menurunkan temperature tuang, serta menurunkan kebutuhan alloying elements. Contohnya yaitu defosforisasi, defosforisasi merupakan suatu proses pemurnian logam dari kandungan logam fosfor sehingga didapatkan logam dengan kemurnian yang tinggi. Pada hot metal, kandungan fosfor yang umum adalah 0,1%. Proses defosforisasi ini termasuk ke dalam serangkaian hot metal pretreatment, bersama dengan proses desilikonisasi dan desulfurisasi.

Proses-proses secondary metallurgy ini dikelompokan menjadi empat, yaitu :
1.      Immersion Process
2.      Injection Process
3.      Ladle Furnace
4.      Vacuum Process

Alasan utama dilakukan proses secondary metallurgy adalah untuk menghasilkan baja yang lebih khusus lagi karena apabila menggunakan proses utama (EAF dan BOF) akan memiliki banyak kerugian, contohnya:
·         Perlu waktu lama
·         Biaya yang tinggi
·         Produktifitas rendah

Terdapat beberapa aplikasi atau penggunaan proses secondary metallurgy pada beberapa jenis baja khusus, contohnya :
·         Stainless Steel dengan proses secondary metallurgy VOD
·         Baja dengan proses secondary metallurgy AOD : Stainless (austenitic, ferritic, martensitic, duplex), Tool steels, Valve steels, Ni-base high temp alloys, Bearing steels, Armor/military grades, HSLA (High Strength Low Alloys), dan Carbon steels (killed; < 0.15%C)
·         Interstitial Free Steel dengan proses RH-OB Vacuum Degasser

Stainless Steel dengan proses secondary metallurgy VOD

Pada baja Stainless steel terkandung sejumlah besar unsur chromium sebagai salah satu komponen dasar. Dikarenakan kromium merupakan suatu unsur pembentuk oksida dan mudah terbakar pada tekanan proses ~ 1 Bar, dengan proses normal refining (proses refining biasa) sangat sulit untuk menurunkan kadar karbon ke level yang lebih rendah tanpa kehilangan chromium akibat terbakarnya unsur tersebut. Oleh karena itu digunakan proses secondary metallurgy, yaitu VOD untuk menghasilkan baja Stainless. Tingkat karbon yang rendah didapatkan dengan menurunkan tekanan parsial (< 1 bar) dari carbon monoxide selama proses refining agar decarburization terjadi tanpa terbakarnya unsur kromium.

Vacuum oxygen decarburization (VOD) merupakan proses secondary refining. VOD merupakan suatu proses pemurnian yang lebih jauh dari stainless steel melalui pengurangan kadar karbon. Molten dari unrefined steel ditransfer dari EAF kedalam suatu vessel yang terpisah, dimana molten tersebut dipanaskan dan diaduk (stirred) oleh arus lisrik ketika oksigen masuk dari atas vessel. Suatu unit vacuum-oxygen decarburization (VOD) dapat menghasilkan baja low carbon (~ 0.02% C) dan high alloy austenitic.

Gambar 1 : Suatu sistem Vacuum Degassing, yang terdiri dari Inline filtration systems, Gantry cars, Steam boilers, PLC control systems, dan Auxiliary equipment. Sumber Tenova core.



Tahapan proses VOD dalam pembuatan stainless steel dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Blowing stage
Dalam stage pertama oksigen ditiupkan untuk proses decarburizing lelehan logam. Unsur paduan logam dan flux ditambahkan sebelumnya, Flux yang ditambahkan seperti dolomite dan lime serta beberapa unsur paduan seperti Fe-Si dan Fe-Cr ditambahkan berdasarkan steel composition dan grade. Pada proses ini oxygen flow rate yang dipakai berkisar pada range  30 – 60 Nm3/min, blowing time range dari 30 - 60 menit, dan vacuum pressure antara 1.0x104 - 2.0x104 Pa. Temperature baja awal antara 1500°C - 1650°C, Komposisi awal dalam %wt adalah [C] 0.2 - 0.6, [Si] 0.02 - 0.4, [Mn] 0.2 - 1.0, dan [Cr] 11.0 - 26.0. The bottom stirring argon flow rate adalah 0.25 N m3/min.
2.      Degassing stage
Pada proses degassing stage (sekitar10 minutes), tekanan total dikurangi sampai sekitar 100 - 500 Pa. Logam dikarburisasi lebih jauh (further decarburized) dengan pengurangan temperatur. Tidak ada tambahan flux dan unsur paduan ditambahkan dalam stage ini. Stirring argon flow rate pada bagian bawah adalah 0.35 N m3/min.

3.      Reduction stage
Selama reduction stage (40 menit), ditambahkan reducing agent yang berfungsi sebagai recover chromium yang telah dioksidasi selama blowing phase. Selain reducing agent, ditambahkan juga, flux seperti dolomite, lime, dan fluorspar yang berfungsi untuk mengkontrol komposisi slag, dan ditambahkan juga beberapa unsur paduan seperti Fe-Si, Fe-Mn, Fe-Ni, serta Al menurut komposisi dan grade baja. Range  temperature akhir  1640°C - 1750°C.


iron_11

Baja dengan proses secondary metallurgy AOD

AOD merupakan salah satu proses dari pembuatan baja duplex dimana raw materials dilelehkan dalam electric arc atau induction furnace dan setelah itu di dekarburisasi serta dimurnikan dalam vessel AOD khusus.
Oksigen yang dicampur dengan gas  argon atau nitrogen ditambahkan secara terkontrol melalui submerged tuyere dan top lance melakukan dekarburisasi lelehan logam dengan minimum proses oksidasi logam-logam lainnya.

Pada vessel AOD, terjadi proses deoxidation, desulfurization (dan pada low alloy steel, terjadi dephosphorization), dan recovery logam yang diinginkan dari slag. Degassing, homogenization, dan inclusion flotation diproses secara kontinu melalui beberapa tahapan untuk memproduksi clean and uniform product. Proses AOD merupakan proses utama untuk pemurnian (
refining) stainless steel dan paduan khusus (wrought ferrous alloys dan foundry-grade ferrous alloys). Produk hasil proses AOD seperti stainless steel, silicon steel, tool steel, nickel-base steel, cobalt-base steel, military specification, dan paduan khusus lainnya.
Pada baja stainless, jumlah karbon harus lebih rendah dari baja karbon atau baja paduan rendah (baja dengan kadar unsur paduan < 5%), pada Electric arc furnaces (EAF) merupakan proses peleburan dan pemurnian konvensional sedangkan proses AOD merupakan suatu proses yang ekonomis, dimana waktu operasi lebih pendek dan temperatur lebih rendah dari pembuatan baja EAF.
Dua jenis dari Duplex stainless steels yang menggunakan proses pemurnian AOD (AOD refining), yaitu :
1.      Duplex stainless steels (22%Cr)
Komposisi (composition) : tipe 22Cr-5Ni-2Mo ± Cu
2.      Duplex stainless steels (25%Cr)
Komposisi (composition) : tipe 25Cr-5Ni-2Mo ± Cu

Prinsip kerja
·         Baja cair yang belum dimurnikan (unrefined steel) ditransfer dari EAF menuju bejana (vessel) terpisah.
·         Campuran dari argon dan oksigen ditiupkan dari bawah bejana melalui baja lelehan.
·         Cleaning agents ditambahkan kedalam bejana bersamaan dengan gas ini untuk menghilangkan impurities, sementara oksigen dipadukan dengan karbon pada unrefined steel untuk mengurangi level karbon.
·         Kehadiran argon meningkatkan afinitas dari karbon untuk oksigen dan memudahkan perpindahan dari karbon.

AOD_Mod_E_53109

·         Oxygen Blowing
Gas oksigen dan gas inert (Ar ataupun Nitrogen) diinjeksikan melalui underbath tuyure menuju bagian atas lance. Perbandingan antara gas O2 dan gas Ar pada awal proses ialah O2 : Ar = 3 : 1.

·         Decarburization
Perbandingan antara gas O2 dan gas Ar pada awal proses ialah O2 : Ar = 3 : 1. Kadar O2 yang tinggi akan mengoksidasi unsur terkandung, khususnya karbon (proses dekarburisasi) dan silikon (desilikonisasi).

·         Mixing efect
Gas O2 dan Ar yang selama proses karburisasi diinjeksikan dengan cepat melalui bawah bath surface akan menimbulkan efek mixing pada molten steel.

·         Dilution
Proses O2 blowing terus berlanjut hingga kondisi dimana C tidak dapat dioksidasi lagi.  
Pengurangan konsentrasi O2 karena adanya gas inert akan mengurangi tekanan parsial CO (PCO) pada bubbe dalam bath, PCO ® C removal. Dengan berkurangnya C removal , rasio O2 : Ar menjadi lebih rendah. Rasio O2 : Ar = 1 : 3 membuat kondisi seolah-olah vakum, menyebabkan C teroksidasi lagi ke tingkat yang lebih rendah, Non metalic inclusion dapat menempel pada bubble Ar, Terjadi proses degassing untuk gas-gas yang tidak diinginkan : O2, H2

·         Degassing
Proses degassing yang terjadi merupakan kombinasi gas inert yang masuk melalui tuyere dan karbon monoksida yang  dihasilkan selama dekarburisasi. Jumlah oksigen sisa, N2, dan H2 yang rendah diperoleh tanpa proses.



Gambar 3 : skema sirkulasi pada bath karena adanya inert gas
 
 



Keuntungan menggunakan AOD dalam pembuatan baja stainless ialah
1.      Logam yang dihasilkan lebih bersih (kandungan O2, N2, dan H2 dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari proses vacuum degassing).
2.      Penghematan biaya bahan baku (raw materia).
3.      Biaya material rendah, dimana dapat menggunakan raw material  dengan harga yang lebih murah, seperti high-carbon ferro-alloys, sulfur-bearing scrap and alloys, dan low-quality scrap.
4.      Proses desulfurisasi cepat serta kandungan sulfur dari hasil yang didapat hingga kurang dari 0.001%.
5.      Penurunan unsur Pb hingga kurang dari 0.001%.

Interstitial Free Steel dengan proses RH-OB Vacuum Degasser

Interstitial Free Steel adalah baja yang memiliki daya bentuk (formability) yang baik, yang karena minimum / tidak adanya interstisi atom-atom asing pada logam induk. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mereduksi kadar karbon dan pengotor melalui proses secondary refining/secondary metallurgy serta  menambahkan unsur titanium dan niobium agar membentuk senyawa dengan karbon. Dengan kombinasi kandungan karbon yang sangat rendah (< 80 ppm) dan adanya penambahan titanium atau elemen microalloying niobium, secara teoritis baja IF tidak memiliki interstitial atom seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen atau boron di dalam susunan kristalnya. Kombinasi ini menghasilkan sifat mampu bentuk yang sangat baik dan sifat non-aging. Kandungan karbon yang sangat rendah pada baja IF juga memberikan keuntungan lain sehingga baja ini menunjukkan sifat mampu bentuk yang sangat baik, bebas dari kerusakan enamel seperti carbon boil atau fish scale. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baja IF adalah solusi terbaik untuk aplikasi deep drawing
Secara garis besar, rangkaian proses produksi IF steel dimulai dari steelmaking, kemudian hot rolling, hingga cold rolling, yang berbeda dengan rangkaian proses produksi baja karbon rendah konvensional. Prinsipnya ialah jumlah karbon yang ada pada pig iron dari hasil Blast Furnace harus direduksi semaksimal mungkin melalui proses metalurgi sekunder dan penambahan titanium dan niobium akan membuat karbon dan oksigen bercampur secara kimia sehingga menghambat pergerakan dislokasi keduanya.


















Flow proses dari pembuatan IF steel :

·         RHOB Vacuum Degasser (Rheinstal-Heraus Oxygen Blowing)
Prinsip kerjanya hampir sama dengan RH proses, hanya saja pada RHOB ini ditiup gas oksigen melalui lance ke dalam reaktor. Terjadi proses decarburisasi dan pada akhir proses kandungan C di dalam baja kurang dari 30 ppm (<0,005%).

Jalur Produksi IF Steel di KS

gb_prod_if_how2prod1

gb_prod_if_how2prod2

Penggunaan proses-proses secondary metallurgy secara luas telah berkembang pesat, dikarenakan tingkat konsumsi baja dunia yang semakin naik serta teknologi yang berkembang pesat. Seiring dengan perkembangan industri baja, kebutuhan akan baja-baja dengan sifat-sifat tertentu juga semakin meningkat untuk aplikasi. Dalam hal ini, proses secondary metallurgy memiliki andil yang sangat besar untuk pembuatan baja keperlan khusus tersebut.

Referensi

3.      http://www.autosteel.org/pdfs/avc_overview_rpt_3_mat_proc.pdf
4.      http://www.autosteel.org/pdfs/gdis_2003_interstitial_free_steel.pdf
5.      stommel.tamu.edu/~esandt/Teach/ Fall01/CVEN444/Lecture/Lecture21/lecture21.ppt
6.      http://www.asminternational.org/Template.cfm?Section=Search&template=Ecommerce/FileDisplay.cfm&file=ACF30BA.pdf
7.      http://www.intlsteel.com/content/products/prod_cold_rolled_class.aspx
9.      http://www.steel.org/learning/glossary/glossary.htm
10.  http://www.goodwin.co.uk/gsc/aod.htm http://www.steelforge.com/infoservices/overview/stainless_steel.asp    
11.  http://www.emcin.com/information/proc_stain.htm
12.  http://www.goodwinalloys.com/aod.htm
13.  http://www.energymanagertraining.com/iron_steel/sec_steel.htm
14.  http://www.jfe-21st-cf.or.jp/chapter_2/index.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS